Rabu, 23 Desember 2015

Pucuk Albasia

Ya benar aku salah bahkan aku tak adil, ada yang harus ku cintai selain diriku sendiri, aku harus belajar menerima bahwa aku aalah seorang manusia biasa yang aku ingin dicintai ternyata tak selamanya sama, jika aku ingin dicintai maka akupun harus mencintai yang lainya..

Gumpalan awan diatas kepalaku menyadarkanku dari lamunan "Cumulonimbus, akankah rahmat-Mu turun disini? biarkan aku merasakan dinginya udara saat hujan, aku ingin menangis biarlah rasa sedih hati ini tersiram air yang turun dari-Mu" kata ku sembari ku angkat tangan ini keatas, seolah tahu hujan pun turun menyirami tubuhku membawa rasa dalam diriku pergi dan hilang, aku melilhat kesekeliling dan aku betanya "Hijau? apa ini kenapa begitu indah? kenapa harus aku lupakan demi hal bodoh yang tak kunjung aku dapatkan, kenapa hijau dimataku tak bisa kurasakan kenapa saat aku jauh baru aku rasakan" isak dan terisak, tubuhku rebah hatiku hanyut terbawa suasana hujan, kalau saja aku sadar betapa indah kehijauan alam kampungku aku tak akan pergi meninggalkannya, harus ku akui aku bodoh kenapa aku harus terlena dengan keindahan yang bersifat sementara yang hanya bisa didapat ditengah kota tanpa udara, saat aku jauh dari kehijauan kini kusadar betapa berartinya hal itu, dan aku salah melupakan keindahan itu, andai saja bisa waktu ku ulang aku ingin kembali saat kehiajuan menyapaku, saat sekelompok kera menatapku, dan saat burung-burung pipit menegurku, "kalian yang ada apa masih menyayangi mereka?" tanya ku pada diri ini, "aku ingin pulang aku ingin pulang menghabiskan waktu bersama merreka, melihat senyuman mereka, bercanda bersama mereka dan mendengarkan semua hal yang telah mereka lalui, ibu aku rindu bu, ibu luka ini dalam, aku takan membenci kera-kera itu, aku takan menyalahkan burung pipit lagi tapi janji bu berjanjilah pada ku untuk selalu mencintai ku apapun yang terjadi" air mata dipipi ku tak henti mengalir tak ada orang yang melihat bahkan peduli dengan ku ditengah negeri yang asing ini, aku berdiri dan menguatkan hati ku menggenggam tangan ku dan ku kepalkan "aku mampu menjadi yang terbaik, aku akan membuat mu bangga padaku, aku akan menggoreskan senyum di wajahmu, aku akan membuat air mata bahagia mu yang paling berkesan dengan prestasi ku, bapak kalua aku pulang aku ingin memelukmu, mengatakan pada mu aku mencintaimu, berbagi cerita, mendengarkan pengalaman mu yang luar biasa, bapak apa kabar? aku baik pak, apa kau sudah makan? apa kau sehat apa badan mu tidak pegal? kepala mu tak pusing lagi kan pak? bapak aku akan pulang membawa kebanggaan untuk mu pak, pak doakan aku agar aku bisa menggapai mimpi ku pak, pak aku merindukan mu pak." saat mengenang ibu dan bapak aku tak bisa berkata apapun jujur hati ini teriris rasanya apalagi saat orang lain menceritakan orang tuanya, aku kuat aku tegar dan aku mampu tapi tahukah aku rapuh aku selalu ingin ada bapak dan ibu yang mau mendengarkan ceritaku. Aku berjalan dengan mengepalkan tangan, menelusuri kehijauan, daun yang basah terlihat indah sangat hijau, dia terjatuh ke selokan hanyut dan tak pernah kembali kata orang belajarlah dari pohon yang merelakan daun berguguran buah nya dipetik orang rantingnya diambil untuk jadikan kayu tapi tetap kuat berdiri karena ada akar yang setia bersamanya. di pucuk albasia aku menyimpan mimpi, sebenarnya mimpi itu untuk aku dan bapak, kalau saja dulu aku bisa masuk sekolah pertanian mungkin sekarang aku tak disini kesepian, kalau saja dulu aku ikut kata bapak hidup ku hampa tanpa penantian, karena aku egois aku diam tapi bergerak yang akhirnya sekarang aku disini menanti perjuangan ku, untuk memetik buah yang matang aku harus sabar menunggu sampai sebuah pohon kan memberi ku buah yang matang dan hasil yang terbaik.

Judul: Pucuk Albasia
Episode 1-1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar